Apa itu kesedihan?
Dalam hidup ini kita terbagi atas 2 keadaan yakni antara kesedihan
dan kebahagiaan. Coba perhatikan lingkungan sekitar kita seperti sahabat kita,
tetangga kita atau saudara kita. Mereka akan mengalami hidup yang kadang
bahagia dan kadang dilanda kesedihan. Silih berganti seperti perputaran roda,
kadang di bawah kadang di atas.
Mengapa kita harus mengalami kesedihan? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab, karena terlalu
subyektif, dan setiap orang mempunyai persepsinya
masing-masing. Secara
umum kesedihan merupakan derita jiwa yang dapat timbul akibat
hilangnya sesuatu yang kita cintai atau karena kita gagal mendapatkan apa yang
kita cari. Sumbernya adalah karena kita terlalu mengagungkan nilai-nilai
materi, haus pada nafsu-nafsu badani, lalu merasa rugi kalau salah satu dari
itu semua hilang atau gagal kita peroleh.
Kebanyakan manusia menganggap
bahwa segala kesenangan duniawi yang telah diperolehnya bisa kekal dan
senantiasa jadi miliknya, maka mereka akan
sedih dan gundah gulana karena hilangnya sesuatu yang dia cintai atau karena
gagalnya ia mendapatkan apa yang dia cari.
Kalau saja
manusia tahu siapa dirinya dan tahu bahwa apa saja yang ada di alam
itu tidak kekal, niscaya dia tak akan lagi mendambakan dan tidak
lagi mencarinya. Kita harus menyadari bahwa dunia materi tidaklah abadi, ia
dapat hilang dengan tiba-tiba walaupun kita menjaga dengan
hati-hati. Dengan demikian jika kita sudah tidak mendambakannya lagi, maka
tak akan lagi dia bersedih hati karena hilangnya apa yang diingini atau gagal
diperolehnya apa yang diangankannya di dunia ini. Seharusnya kita mengarahkan
upaya ke tujuan-tujuan suci dan hanya mencari kebaikan-kebaikan kekal saja.
Dengan orientasi hidup
pada tujuan-tujuan suci itu, maka kita hanya akan mengambilnya
sebatas yang diperlukannya untuk menghilangkan rasa lapar, telanjang atau
kebutuhan-kebutuhan mendesak lainnya yang serupa. Kita tidak akan menimbun
harta. Kita tidak akan berfoya-foya dan berbangga ria. Sekiranya harta itu
lepas dari tangan, kita tak akan menyesalinya dan tak akan
mempedulikannya. Sungguh jika kita berbuat seperti itu pasti
kita akan tenteram, tidak gundah gulana, akan gembira tidak
bersedih, akan bahagia tidak sesak dadanya. Barangsiapa tidak menerimanya dan
tidak mengobati jiwanya dengan cara ini, dia akan gelisah dan bersedih hati
selamanya. Sebab dia tak pernah bisa lolos dari gagalnya memperoleh sesuatu
yang dia cari, dan hilangnya sesuatu yang dia cintai.
Barangsiapa dengan
berbuat baik ia merasa puas, dan dengan apa yang didapatnya tidak
bersedih hati, maka dia akan gembira dan bahagia selamanya. Kalau orang
meragukan, bahwa perasaan seperti ini bermanfaat, hendaknya dia merenungkan
perasaan orang mengenai tujuan yang mereka upayakan dalam kehidupan mereka, dan
amati bagaimana mereka berbeda-beda dalam merespon kehidupan ini berdasarkan
keadaan-keadaan dan perasaan-perasaan mereka. Jika kita renungkan maka akan
mengungkapkan secara jelas dan terang kehidupan mereka dalam
berbagai profesi dan bagaimana perasaan mereka menanggapinya.
Kalau kita perhatikan dengan saksama beragam kelas sosial yang ada. Akan terlihat bahwa kegembiraan seorang pedagang terjadi bila dia berdagang, prajurit bila dia pemberani, penjudi bila dia berjudi, manipulator bila dia manipulasi atau banci dengan kebanciannya. Tiap-tiap orang ini berasumsi bahwa orang yang tidak seperti mereka adalah orang yang tertipu dan tidak merasakan kesenangan yang mereka nikmati. Hal ini karena setiap kelompok sangat merasa bahwa cara hidupnyalah yang benar dan karena sudah lama terbiasa dengan cara hidupnya sendiri.
Demikian pula dengan
seorang pencari kebajikan yang menekuni jalur hidupnya sendiri, jika
perasaaannya menjadi kuat, dan jika penilainnya tetap baik dan praktiknya terus
berkelanjutan dia lebih berhak mengecap kegembiraan dibanding kelas-kelas
sosial di atas yang tersesat dalam gelapnya kebodohan mereka sendiri
Orang yang bersedih
hati karena kehilangan miliknya atau gagal memperoleh sesuatu yang dicarinya,
kemudian merenungkan kesedihannya secara filosofis lalu dia mengerti bahwa
penyebab kesedihannya itu bukanlah keharusan, lalu dia saksikan banyak orang
yang tidak memiliki harta itu tapi mereka tidak sedih, bahkan gembira dan
bahagia, dia tak pelak lagi akan tahu bahwa kesedihan bukanlah hal yang niscaya
dan tidak alami.
Ini berarti kesedihan
merupakan sikap mental kita menghadapi kondisi lingkungan. Banyak orang yang
dirundung kemiskinan tapi hatinya bahagia, sedangkan orang kaya hatinya belum
tentu bahagia. Karena kekayaan materi belum tentu membahagiakan ruhani. Ini
misalnya dapat kita saksikan orang-orang yang kehilangan anak, saudara maupun
teman mereka, hingga terlihat betapa sedihnya mereka? Namun tak lama berselang,
mereka pun kembali senang dan tertawa, bahagia, lalu pulih kembali seperti
orang yang tak pernah bersedih hati sama sekali?
Begitu pula orang yang
kehilangan harta atau benda apa saja yang didambakan manusia, yang bila benda
itu hilang dia jadi kecewa dan sedih hati. Orang seperti itu akhirnya gembira,
lenyap kesedihannya, lalu bahagia lagi. Kalaulah seorang yang berakal mau
mengamati secara cermat kondisi yang kerap terjadi dalam masyarakat banyak di
saat mereka sedih, dan mengamati sebab-sebab yang melatarbelakanginya akan
terlihat olehnya bahwa musibah tertentu tidak hanya menimpa dirinya saja dan
bahwa akhir dari musibahnya adalah kegembiraan. Demikian pula kesedihan
adalah penyakit aksidental yang sama buruknya dengan penyakit yang
ditimpakan manusia atas dirinya sendiri yang tidak alami seperti penyakit
fisik..
Kesadaran akan
pentingnya nilai spiritual dibandingkan material ini tumbuh seiring
seiring dengan pertumbuhan alamiah jiwa yang dimulai di dalam rahim, ketika
Allah meniupkan ruh-Nya sendiri ke dalam tubuh. Ruh ini, yang turun melalui
alam Alastu, merupakan cahaya yang murni dan hidup, sedangkan tubuh adalah
tanah gelap dan mati. Penyatuan ruh dan raga membangkitkan daya jiwa, yang
mencakup dua dunia, spiritual dan material. Jiwa adalah perantara yang
melaluinya ruh yang murni dan transenden dihubungkan dengan raga yang fana. Ia
adalah jumlah keseluruhan kehidupan dan kesadaran yang muncul pada pertemuan
cahaya dan jasad. Hanya jiwa yang lebur ke dalam dunia, namun secara batin
terbuka bagi Yang Tak terbatas.
Terbukanya jiwa pada
Yang Tak Terbatas akan menumbuhkan sebuah kesadaran spiritual. Kesadaran inilah
yang menjadikan manusia mempunyai sikap bijaksana, tidak dengki, kesadaran
kemanusiaan dan berorientasi pada yang kekal dan ruhani. Dengan
kesadaran seperti ini maka kita seharusnya menyadari bahwa di alam ini tidak
ada yang kekal. Janganlah seperti orang yang disodori wewangian yang langka
untuk dihirup baunya dan dinikmati keharumannya, tetapi dia mendambakannya dan
mengira bahwa wewangian itu diberikan padanya untuk selamanya, sehingga ketika
wewangian itu diambil darinya, dia bersedih hati, kecewa dan marah.
Inilah kondisi orang
yang mendambakan hal yang mustahil dan orang yang kehilangan akal sehat. Inilah
kondisi orang yang dengki, sebab dia ingin menguasai barang-barang dan tak
membaginya kepada orang lain dan dengki adalah penyakit terburuk dan kejahatan
paling busuk. Oleh sebab itui, para filosof berkata, Barangsiapa ingin supaya musuhnya
ditimpa keburukan, berarti dia penjahat! yang lebih jahat dari ini adalah orang
yang ingin agar kebaikan yang dimiliki teman-temannya sirna, berarti dia
menghendaki agar temannya ditimpa keburukan.Konsekuensi dari
keburukan-keburukan ini adalah orang bersedih hati di saat orang lain
memperoleh kebaikan, lalu dengki pada mereka karena mereka mendapat kebaikan.
Tak soal apakah kebaikan kebaikan
itu berupa milik kita atau bukan milik kita.
Dalam hal ini
dibutuhkan sebuah kesadaran akan makna hidup yang melepaskan diri dari
jerat-jerat kedengkian dan rasa memiliki kedunian yang terlalu berlebihan.
Sebuah kesadaran untuk membangun orientasi hidup yang lebih mengharmonisasikan
hubungan antara Allah dan sesama manusia, berupa tujuan-tujuan yang berjiwa
kesucian.
Kebanyakan manusia menganggap bahwa segala kesenangan duniawi yang telah diperolehnya bisa kekal dan senantiasa jadi miliknya, maka mereka akan sedih dan gundah gulana karena hilangnya sesuatu yang dia cintai atau karena gagalnya ia mendapatkan apa yang dia cari.
BalasHapusLukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia